Travel / What to do

Empat Jam Ditelan Bumi

Kabur dari Jakarta, Caving di Buniayu (More photos and brief info in English, click here)

‘Ditelan bumi’ mungkin terdengar mengerikan. Tapi, lain ceritanya bila Anda ditelan bumi Buniayu, sebuah desa di Sukabumi, Jawa Barat. Gua Buniayu atau yang banyak dikenal orang sebagai Gua Siluman adalah gua bawah tanah yang siap memberikan pengalaman seru. Menyusuri sungai bawah tanah, menengok stalaktit dan stalakmit, menikmati kegelapan pekat dan masih banyak lagi. Berikut ini cerita saya dan teman-teman ketika empat jam ditelan bumi Buniayu.

Bergelantungan 13 Meter

Begitu tiba di kawasan Buniayu, caver bisa memanfaatkan layanan penyewaan alat-alat dan pakaian keselamatan yang disediakan. Dari pos penyewaan ini, kita kemudian hanya perlu berjalan kaki tak sampai 500 meter untuk tiba di mulut gua. Di sana, petugas sudah siap dengan katrol sederhana untuk mengantarkan kita masuk ke perut bumi.

Di mulut gua, sebuah tali akan dikaitkan ke pinggang kita. Lalu, satu per satu caver diturunkan ke dalam gua. Mulut gua ini memang tampak sempit. Tapi, begitu katrol membawa kita masuk ke bawah tanah… dang! Kita langsung merasakan seperti seekor kelelawar yang terbang di langit gua nan megah dengan tinggi sekitar 13 Meter. Stimulan yang bagus untuk mengawali perjalanan ini

Begitu sampai di bawah, setiap orang menyalakan head lamp yang akan jadi satu-satunya cahaya sepanjang perjalanan. Tangan kami dipastikan bersih dari memegang apapun, demi keselamatan. Usai doa sejenak, perjalanan dimulai.

Stalaktit dan Stalakmit

Memasuki gua, tentu ada begitu banyak stalaktit dan stalakmit yang bisa kita lihat. Batu-batu yang tumbuh dari tetesan rembesan air kapur di atas bumi. Menurut ranger yang menemani kami, setiap tahun, setiap stalaktit atau stalakmit hanya tumbuh 1 mm.

Indahnya, stalaktit dan stalakmit tersebut merembes hingga menjadi berbagai bentuk. Ada yang serupa kubah-kubah, ada pula yang indah seperti kristal. Ada juga yang sudah membentuk sebuah batu dan bila diketuk akan mengeluarkan bunyian, seperti di dalamnya terdapat ruang. Namanya, Watu Gong.

Sungai Bawah Tanah

Menyusuri gua ini memang bukan hal yang sangat berat, tapi juga nggak bisa digolongkan ringan. Sebab, di dalamnya juga mengalir sungai bawah tanah. Beberapa bagian sungai bisa dilewati, beberapa bagian lagi nggak bisa. Sebab, kita bisa terperosok masuk ke bagian bawah gua melalui lubang kecil yang dalam, dan tentu saja susah diselamatkan.

Selain ada aliran sungai bawah tanah, kita juga bisa melihat air sungai itu turun ke bagian bawah gua yang nggak terlihat tadi, sehingga tampak seperti air terjun mini.

Melewati celah kecil di antara bebatuan gua yang dihiasi stalaktit

Bagian penyusuran ini menurut saya adalah bagian yang paling seru. Saya awalnya agak meremehkan apa yang bisa saya lihat di bawah gua. Namun ternyata, trip ini benar-benar membawa pengalaman baru, melihat hal-hal baru yang saya nggak pernah lihat di atas daratan.

Tepat di tengah-tengah perjalanan, ranger kami mengajak berhenti untuk makan sejumlah bekal seperti cokelat dan kue-kue kecil yang sudah kami siapkan sebelum berangkat. Lalu, dia meminta kami mematikan semua lampu yang kami punya. “Kita sekarang berada sekitar 20 meter di bawah tanah. Di atas kita ada kebun warga,” katanya tanpa kami bisa melihat wajahnya atau bahkan melihat tangan kami sendiri. “Ini yang namanya gelap pekat, nggak ada cahaya sama sekali yang masuk. Jarang kita mengalami yang seperti ini, dan begini rasanya kalau dikubur.”

Ucapan ranger tadi memang agak melodramatis, tapi mendengarkannya saat kita memang berada sekitar 20 meter di bawah tanah rasanya… Yah, begitulah.

Curug Bibijilan

Inilah bagian tersulit yang harus kami lewati ketika itu. Karena belum lama lalu hujan turun, perjalanan ke arah mulut gua tempat kami harus keluar dipenuhi lumpur. Melewati jalanan berlumpur itu sulitnya minta ampun. Sangat menguras tenaga. Ditambah lagi, kami juga harus memanjat sejumlah batu terjal karena mulut gua berada di atas.

Memanjat dinding dengan badan penuh lumpur

Begitu, keluar dari gua, saya dan teman-teman disambut hujan gerimis, dan rasanya lega! Kami bisa menghirup oksigen dengan lebih puas di antara kebun-kebun dan sawah warga yang hijau.

Lebih seru lagi, perjalanan dilanjutkan ke air terjun Curug Bibijilan yang berada tepat di ujung kawasan kebun. Pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi ada di sekitarnya memberikan nuansa yang lebih menenangan setelah perjalanan berat keluar gua. Kami pun menutup penyusuran hari itu dengan mandi di air terjun yang sepi. Seru!

Segarrr!!!

Akomodasi

Gua ini berada di daerah Segaraanten, Sukabumi. Sekitar 3,5 jam dari Jakarta. Untuk menuju ke sana, memang sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi. Namun, kalau ingin naik bus, dari hasil browsing, Anda bisa menaiki bus dari Jakarta ke Sukabumi, kemudian menyewa angkutan umum ke lokasi goa.

Ketika mengunjungi tempat ini bersama teman-teman, kami memilih berangkat dari Jakarta malam hari, kemudian menginap di rumah penduduk, dan pagi harinya mulai penyusuran gua. Enaknya tinggal di rumah penduduk, kita bisa meminta si Ibu pemilik rumah untuk memasakkan makanan rumahan khas desa yang enak atau pisang goreng. Hmmm….

Selain rumah penduduk yang relatif bersih, namun sangat sederhana, dengan kamar mandi yang sederhana pula, saya rasa pilihan lainnya adalah menginap di hotel di Sukabumi. Kemudian berangkat ke kawasan Buniayu subuh-subuh. Saran saya, istirahat yang cukup sebelum memulai penelusuran. Nggak disarankan berangkat dari Jakarta dini hari dan begitu sampai langsung tancap gas menyusuri goa.

Untuk yang suka nuansa petualangan, ada juga semacam pondokan yang disediakan di sekitar rumah penduduk. Di dalam pondokan ini sudah tersedia colokan listrik. Kalau pergi ke mari ramai-ramai, mungkin bisa sekaligus membuat acara khusus seperti barbeque dan api unggun di malam hari.

Pondokan bambu sebagai pilihan tempat menginap

Kalau ingin mudah, bisa juga dengan menggunakan jasa travel yang akan mengurus semua kebutuhan, mulai keberangkatan dari Jakarta, sampai Anda pulang. Dari info yang saya punya, Anda bisa mencoba mengontak Unity Areta Jayasri di nomor +62821-2286-1306 atau +62815-6345-8504.

After all, trip jarak dekat ini sangat penting untuk dicoba. Jangan khawatir soal keselamatan, asal kita patuh aturan, gua ini masih tergolong mudah untuk orang dewasa. Kalau ada hal yang pengen ditanyain, silakan yah!

(*)

Photos: Aziz Hasibuan, Adriansyah Sinaga, dan Bima Wan.

– The Toilet Post

2 thoughts on “Empat Jam Ditelan Bumi

  1. Pingback: Caving at Buniayu |

  2. Pingback: Hari Ini Saya ke Goa Gunung Kidul! | Food & Travel

What do you think? Your comments are welcome...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s