Travel / What to do

Indahnya Kabut di Ngarai Sianok saat Maghrib

Berkali-Kali Menahan Napas Menikmati Pemandangan Sumatera Barat (Bagian 1)

Suasana langit Sumatera Barat ketika pesawat yang kami tumpangi akan mendarat

Sudah lama saya mendengar bahwa Sumatera Barat adalah kawasan yang banyak dikunjungi oleh turis-turis domestik asal Sumatera. Kalau anak-anak sekolah di Jawa berlibur ke Bali usai ujian, maka mereka yang ada di Sumatera biasanya berkunjung ke Sumatera Barat.

Walau sudah lama mendengar itu, tapi baru beberapa waktu lalu saya akhirnya mengunjungi Sumatera Barat untuk jalan-jalan. Sebelumnya, hanya ke Padang untuk bekerja. Dan, alam Sumatera Barat benar-benar luar biasa. Bagusnya lagi, lokasi pemandangan-pemandangan indah itu nggak sulit untuk dicapai sehingga cocok untuk yang ingin berjalan-jalan santai dengan keluarga. Di trip tersebut, saya mengunjungi Padang Panjang, Bukittinggi, Agam, dan Payakumbuh

Saya akan membagi tulisan ini jadi beberapa seri. Ini adalah seri tulisan pertama. Semoga membantu buat yang berencana liburan ke sana yah! 🙂

Pemandangan di perjalanan dari Padang ke Bukittinggi

Pemandangan Bukit yang Cantik, Foto-Foto Bergaya Minang

Saya dan teman-teman tiba di Padang pagi-pagi sekali sekitar pukul 7. Sejak dari Jakarta, kami telah mengatur penyewaan mobil untuk berangkat ke Bukittinggi. Ada banyak cara untuk ke Bukittinggi dengan kendaraan umum. Namun, kami sudah mendengar bahwa perjalanan ke Bukittinggi sangat indah. Jadi, akan lebih baik kalau menyewa kendaraan sendiri sehingga kami bisa berhenti sewaktu-waktu bila mau.

Keputusan ini benar karena pemandangan ke sana memang cakep. Kebetulan, driver kami Bang Sonny sudah berpengalaman mengantar tamu dan tahu titik-titik menarik yang perlu dilihat sepanjang perjalanan ke Bukittinggi.

Bang Sonny mengajak kami berhenti di satu tower yang memang dibangun supaya orang bisa melihat sekeliling area dengan pemandangan yang lebih tinggi. Lokasi tower ini berada nggak jauh dari air terjun Lembah Anai. Dari sana, kami bisa melihat air terjun Lembah Anai dipadukan dengan pemandangan sungai, hijaunya pepohonan, plus jembatan jalur kereta api tua yang ada di atas sungai. Pemandangannya bikin mata jadi seger.

Pemandangan Lembah Anai dari jauh

Dari situ, pemberhentian kami selanjutnya adalah di Lembah Anai. Air terjun mini ini ada tepat di pinggir jalan. Ketika kami ke sana, sedang nggak banyak air, sehingga air terjunnya kurang deras. Kami hanya sempat mampir sebentar untuk sedikit foto-foto. Kalau air sedang banyak, sejumlah turis biasanya akan bermain air di sana.

Lembah Anai dari dekat. Numpang mejeng yah :p

Bang Sonny kemudian melajukan mobil ke tempat berikutnya. Dia mengajak kami ke Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padang Panjang. Museum ini menyimpan berbagai koleksi mulai dari buku terbitan tahun 40-an, foto-foto zaman dulu, juga berbagai replika alat musik tradisional Minangkabau.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau dengan latar belakang Gunung Merapi

Yang seru, di lokasi ini, kita bisa pinjam pakaian adat Minang untuk foto-foto. Mereka juga menyediakan pelaminan sebagai properti foto. Bayarnya murah sekali, cuma Rp 30 ribu per orang. Sooo fun 😀

Easy, girls!

Menikmati Panorama Ngarai Sianok dari Taman Panorama

Perjalanan dari Padang ke Bukittinggi sebenarnya memakan waktu sekitar 2-3 jam. Namun, dengan berhenti-berhenti di berbagai tempat, kami baru sampai di Bukittinggi sekitar pukul 2 siang. Kami pun istirahat sebentar untuk mengganti waktu tidur yang agak kurang karena harus mengejar pesawat di pagi harinya.

Baru sekitar jam 5 sore kami keluar dari hotel untuk melihat Bukittinggi. Tujuan pertama adalah Taman Panorama. Di sana, kami bisa menikmati pemandangan Ngarai Sianok yang terkenal sekaligus mengunjungi Goa Jepang.

Ketika ke Taman Panorama untuk pertama kalinya, hari sudah menjelang maghrib dan pemandangannya sangat indah. Kabut terlihat turun di antara bukit-bukit yang hijau. Lalu, saya melihat seorang abang-abang yang duduk di atas sepeda motornya sendirian memandang ke arah Ngarai Sianok. Kebetulan, sedang tidak ada pengunjung lain di sana, kecuali saya, teman-teman saya, dan si abang tadi. Kami pun ngobrol.

Abang yang belum sempat kami ajak kenalan ini bilang bahwa dia suka duduk di sana menjelang maghrib. “Nanti, setelah adzan selesai, akan ada banyak kelelawar terbang dari sana ke sana,” katanya sambil menunjuk sisi kiri dan kanan Ngarai Sianok.

Saya dan teman-teman pun memutuskan untuk menunggu sampai adzan maghrib selesai berkumandang. Dan benar saja, ratusan kelelawar satu per satu terbang perlahan di depan kami. Dari jauh, mereka terlihat seperti kawanan burung yang sedang migrasi. Ditambah pemandangan langit senja dan kabut yang turun, suasananya luar biasa! Sayangnya, pemandangan ini sulit untuk di-capture dengan kamera dengan kemampuan fotografi saya yang seadanya :p Dan lagi, pemandangan itu memang lebih indah dinikmati tanpa sibuk memotret. He he he.

Ngarai Sianok menjelang Maghrib

Goa Jepang yang Seram

Sebelum melihat Ngarai Sianok tadi, kami lebih dulu mampir ke Goa Jepang. Goa ini ditutup sebelum maghrib, jadi perhatikan jam kunjungnya yah.

Suasana di dalam Goa Jepang ini benar-benar seram. Yang terus-terusan saya bayangkan ketika di sana adalah: Bagaimana orang di zaman dulu, saat peralatan masih belum modern, membangun goa buatan bawah tanah dengan terowongan mencapai 1400 meter? Lokasinya 40 meter di bawah tanah.

Pintu masuk dan keluar Goa Jepang dengan 132 anak tangga

Bang Jack, yang menemani kami ketika berkeliling goa Jepang bilang, “Goa ini dibangun dengan diam-diam supaya masyarakat sekitar nggak tahu. Semua pekerjanya adalah pekerja Romusha yang didatangkan dari Kalimantan dan Sulawesi. Mereka membangun tempat ini untuk benteng pertahanan.”

Saat berkeliling, Bang Jack menunjukkan sebuah pojokan kecil yang merupakan penjara. Di sana, orang-orang yang membuat masalah akan dikurung. Ruangannya sangat pendek dan dipenuhi banyak orang sehingga bisa kebayang gimana menyiksanya berada di dalamh situ. Di dekat penjara, ada “dapur”. Berbeda dengan pada umumnya, dapur di Goa Jepang berfungsi untuk lokasi pembunuhan pekerja Romusha. “Setelah dihabisi, mayat pekerja yang dihukum itu dibuang melalui lubang kecil ini, yang langsung mengarah ke sungai dan terbuang ke tebing. Karena tebing itu dulu belum bisa didatangi manusia, jadi nggak ada yang tahu,” jelas Bang Jack.

Bang Jack di dalam “Dapur”. Lubang kecil di bawah adalah tempat pembuangan mayat. Di atasnya ada lubang untuk pengintaian ke luar goa.

Setelah mengunjungi Taman Panorama untuk melihat Ngarai Sianok dan Goa Jepang, kami, malam itu kami tutup dengan makan malam dan mengunjungi Jam Gadang yang terkenal sebagai “Big Ben-nya Indonesia”. Kata orang, belum ke Bukittinggi kalau belum mengambil foto di depan Jam Gadang.

Jam Gadang di Pusat Kota Bukittinggi

Jam Gadang berada di jantung kota Bukittinggi. Ada banyak orang yang bersantai di sini sambil menikmati landmark Bukttinggi tersebut.

Dari Jam Gadang, kami kembali ke hotel untuk beristirahat…

Sampai ketemu di tulisan lanjutan berikutnya yah! Di situ, saya akan cerita tentang pemandangan Ngarai Sianok dari dekat yang luar biasa, ditambah kunjungan ke Bukit Lawang untuk melihat pemandangan Danau Maninjau dari atas. (*)

Foto-foto: Aziz Hasibuan

Catatan:

  • Ada banyak pilihan hotel dengan berbagai variasi harga untuk menikmati alam Sumatera Barat. Saran saya adalah memilih untuk menginap di Bukittinggi. Soalnya, kota ini punya fasilitas terbaik. Namun, kalau memang ingin menikmati pemandangan dan suasana yang jauh lebih tenang, bisa mencoba untuk menginap di Lembah Harau atau sekitar Danau Maninjau.
  • Sumatera Barat adalah salah satu gudang makanan enak di Indonesia. Jangan lupa untuk mencoba Itiak Lado Hijau, Pecal Ayang, Sate Padang Mak Sukur, dan Dendeng Batokok.
  • Banyak ngobrol dengan warga sekitar karena mereka biasanya mengetahui lokasi-lokasi menarik yang mungkin belum pernah ditulis di media massa atau website.
  • Untuk informasi lebih lanjut, coba kontak Bang Jack: +62878 928 66670; atau Bang Sonny (Driver dari Padang): +62852 6368 7129

– The Toilet Post

3 thoughts on “Indahnya Kabut di Ngarai Sianok saat Maghrib

  1. Pingback: Ketenangan Danau Maninjau dari Atas Puncak Lawang |

  2. Pingback: Sawah Menguning di Antara Tebing Lembah Harau | Food & Travel

  3. Pingback: Sate Super Mak Syukur | Food & Travel

What do you think? Your comments are welcome...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s