Seorang pembatik sedang memainkan cantingnya di pelataran Waroeng Solo.

Lidah saya memang lidah Indonesia. Hati saya juga murni. Ketika keduanya sedang banyak mau, maka tempat seperti Waroeng Solo adalah obat mujarab karena menawarkan makanan dan suasana yang sama-sama ndeso. Jakarta sebenarnya adalah salah satu surga kuliner karena hampir semua masakan dari seluruh pelosok negeri bisa dicari di sini, tapi untuk suasana, belum tentu.

Waroeng Solo menggunakan nuansa rumah makan sederhana dengan lantai semen, serta meja dan kursi yang jauh dari kesan fancy. Dindingnya susunan kayu-kayu yang masih diselingi jeda, sehingga kita bisa sedikit mengintip keluar warung. Begitu melihat keluar, ada banyak pohon dan tanaman hijau. Jelas membuat mata dan hati adem.

Saya baru dua kali ke sini, dan selama dua kali itu, saya selalu menyempatkan diri untuk berkeliling melihat sekitar warung. Ada seorang Mbak yang membatik, kadang ada sekelompok Bapak yang sedang memainkan kecapi dan alat musik tradisional.

Makanannya juga jelas ndeso. Menu khas Solo seperti Nasi Liwet, Selat Solo, dan Bakso Solo ada di sini. Harganya tergolong terjangkau dan rasanya pun nggak mengecewakan.

Nasi Liwet dengan sayur labu yang mantap.

Lontong Opor Ayam ini juga perlu dicoba

Saya bisa membayangkan makan siang di Waroeng Solo saat di luar sedang hujan, sambil mendengarkan Bapak-Bapak memainkan kecapi, plus minum teh poci panas yang aromanya sangat menggoda. Hmmm…

Untuk yang suka nuansa ndeso, Waroeng Solo sangat perlu dicoba, lokasinya di Jl. Madrasah No 14 Kemang, sangat dekat dengan Makam Jeruk Purut. Selain Waroeng Solo, di kompleksnya juga terdapat beberapa lokasi makan lain dan penginapan.

Homemade ice cream Es Lilim Njonja Lili ini bikin ingat masa-masa kecil dulu. Hehehe. Ada rasa durian, kacang hijau, kacang merah. Enak!

Look what they have here! Stroop!

Photos: Aziz Hasibuan

– The Toilet Post